Sabar belum Tentu Ikhlas
Dari mana datangnya kesabaran ? Sabar datangnya dari kesadaran. Oleh karena itu, hendaklah disadari lebih dahulu kegunaan (manfaat) dan kebaikan sesuatu perbuatan barulah dapat bertahan (sabar) mengerjakannya.
Sabar adalah Akhlak yang sangat mulia, kekuatan untuk mencapai kebaikan dan kelurusan segala urusan, banyak yang mengartikan sabar sebagai tegar menjalani cobaan dengan prilaku yang baik dan belapang dada ketika ditimpa musibah dengan tidak menunjukkan keluh kesah.
Konsep sabar dalam ajaran islam yang sebenarnya sangat berbeda dengan sabar yang kita ketahui dalam kehidupan sehari-hari yang member kesan negative, pasrah kepada keadaan, pesimis dan tak berdaya, namun jika diteliti, sabar yang berasal dari bahasa arab dan juga Al-Qur’an untuk menyatakan Al-quwwah (kekuatan), asy-asyddah (ketangguhan atau kegigihan), dan Al-jam’u (menghimpun). Dengan demikian orang sabar itu adalah orang yang kuat, tangguh, memilki daya tahan, mampu menghimpun dan me-menage potensi-potensi dirinya untuk tetap eksis dalam kehidupannya. Sehingga apapun bentuk tantangan dan persoalan hidup yang menimpanya ia akan selalu optimis menghadapinya.
“Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah SWT menyertai orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal ayat 46)
Ketika kita menghadapi cobaan sering kali kita diberi ucapan “sabar yah”, sangat mudah mengatakan atau menyebut kata sabar namun menjalaninya sangat begitu berat dan susah, kadang kala kita sudah merasa sabar namun terasa sangat berat dan menyakitkan. Lima huruf luar biasa yang bisa membinasakan segala rasa kepedihan akan cobaan hidup. Namun pertanyaannya apakah kita mampu bersabar tanpa ada beban dan biasa saja? Dan apakah kesabarannya itu telah didasarkan pada kesabaran yang berkonsep ajaran islam ?
Allah SWT berfirman dalam surat Muhammad ayat 31 tentang bersabar ketika menghadapi musibah :
“Dan Sungguh kami benar-benar akan menguji kamu sehingga kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar diantara kamu. Dan akan kami uji perihal kamu.” (QS. Muhammad : 31)
Riwayat Rasulullah SAW menceritakan, pernah suatu ketika beliau berjalan pulang dari mesjid, tiba-tiba beliau diludahi oleh seseorang yang sangat membenci Rasulullah, rasulullah hanya tersenyum pada orang tersebut, begitu seterusnya hingga beberapa kali, hingga suatu ketika Rasulullah kembali melewati jalan yang sama, dan beliau berharap pastilah akan mendapat kejadian yang sama, namun ternyata tidak ada sama sekali, hingga beliau bertanya-tanya, mengapa tak ada lagi orang yang meludahinya tersebut, beliau mencari-cari orang tersebut, hingga rasulullah bertanya pada sahabat, kemanakah orang tersebut, ternyata orang tersebut sakit keras, Rasulullah pun segera mengunjunginya dan membawa makanan, orang tersebut ketakutan, dikiranya Rasulullah hendak menghukumnya, namun Subhanallah sama sekali Rasulullah tak marah, beliau tersenyum dan datang untuk menjenguknya, mendoakan kesembuhannya. Orang tadi sangat malu dan meminta maaf kepada Rasulullah.
Dari kisah tersebut, dapatkah kita sesabar dan seikhlas Rasulullah, meskipun dengan jelas telah meludahi Rasulullah. Subahanallah… sungguh kesabaran yang besar, coba bayangkan, jika kita diperlakukan seperti itu, wah… pastilah kita akan emosi, secara harfiah siapa yang mau diperlakukan secara tidak menyenangkan seperti itu, apalagi jika menyangkut perasaan.
Sabar adalah suatu hal yang sangat mahal bagi manusia yang tidak paham akan sebuah cobaan, bahkan menganggapnya sebagai suatu musibah, padahal Allah SWT menyatakan bahwa :
“ Maka hendaklah kamu bersabar sebagaimana sabarnya ulul azmi.” (QS.Al-ALaq : 25)
Ulul Azmi adalah yang memilki kesabaran. Kesabaran itu adalah menahan diri dari kesedihan, tidak mengeluh, teguh pada prinsip, tahan banting dan sebagainya. Dalam bahasa Psikologi sabar itu merupakan kecakapan emosional, yaitu mampu mengendalikan emosi secara baik.
Ada yang berpendapat bahwa kecakapan intelektual dan kecerdasan otak dan fikiran adalah yang paling utama, namun semua itu sia-sia ketika seseorang tidak memiliki kecakapan emosional, karena menurut pandangan, Orang yang pintar itu adalah orang yang pandai mengontrol emosinya. Namun lebih baik lagi apabila kita memiliki kecakapan intelektual, kecakapan emosional, dan kecakapan dalam beribadah atau bahasa sederhanya, Sabar, Pintar dan Shaleh.
Sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, manusia senantiasa diberi cobaan atau ujian dalam hidupnya, dan pada dasarnya manusia itu memiliki sifat dasar berkeluh kesah dan kikir. Manusia diuji dengan kelaparan, kesengsaraan, kekayaan, jiwa (hati) serta kematian dan masih banyak lagi ujian yang kita temui dan kita rasakan didunia ini, dan semuanya itu adalah ujian kita sebelum menuju akhirat, andaikata cobaan itu sebuah pelajaran sekolah, anggaplah kita sedang ujian tertulis dan praktek sebelum masuk ketingkat selanjutnya.
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 155 Allah SWT menyatakan dalam firmannya :
“ Dan Sungguh akan kami berikan cobaan berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta benda, da jiwa atau kematian dan kekurangan buah-buahan dan gembirakanlah orang-orang yang bersabar.”
Allah SWT memmberikan ujian yang kiranya kita mampu untuk melaluinya, Allah SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Dia tidak akan memberi ujian kepada hambanya jikalau nantinya tidak mendapatkan balasan akan yang ia berikan terhadapnya cobaan baik yang berat maupun yang ringan menurut kita sebagai manusia. Pepatah pengatakan “Bukankah emas menjadi indah karena tempaan batu dan api yang membakarnya sehingga menjadi sangat berharga atau mulia”. Begitu pula kita manusia kita diberi cobaan agar nantinya bisa menjadi lebih baik tergantung dari sudut pandang kita menilainya dari kebaikan atau keburukan.
Namun Harfiahnya, Kesabaran itu sedikit sekali yang disertai dengan keikhlasan didalamnya, dimana sabar dan tulus ikhlas menerima cobaan tanpa banyak keluh kesah. Meskipun Sabar dan Ikhlas adalah dua hal yang berbeda namun keduanya berjalan beriringan dan saling melengkapi. Tidaklah sempurna kesabaran seseorang jikalau tidak disertai dengan keikhlasan. Inilah yang sangat susah kita jalani sebagai manusia. Sabar yang disertai dengan keikhlasan.
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar : 10)
Orang-orang yang sabar menghadapi cobaan atau musibah adalah orang-orang yang paham akan hakikatnya sebagai manusia yang telah ditakdirkan untuk menerima ujian atau cobaan dari Allah SWT, memahami bahwa segala sesuatunya didunia ini adalah ujian dari Allah SWT, baik itu harta benda, anak-anak, dan semua yang ada dibumi beserta isinya. Mereka akan berserah diri bahwa yang mereka miliki hanyalah titipan Allah SWT dan semua akan kembali kepadanya. Allah SWT menyatakan hal ini dalam Firmannya :
“ Yaitu orang-orang yang terkena musibah mereka berkata sesungguhnya kita berasal dari Allah dan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah : 156)
Kesabaran itu diidentikkan dengan menghadapi segala sesuatu dalam kondisi yang sulit, yang kadang kala membuat seseorang stress, karena mereka tak mampu mengontrol segala sesuatu yang dihadapinya. Rujukan terbaik dari Firman Allah SWT ketika kita menghadapi jalan buntu dan menghadapi kegagalan yaitu :
“Sesungguhnya dibalik kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6)
Manusia memang diciptakan dalam keadaan lemah dan suka berkeluh kesah sebagaimana Allah SWT berfirman dalam firmannya :
“ Dan manusia diciptakan (bersifat) lemah.”
Dan Firmannya lagi :
“Dan apabila ia ditempah kesusahan, niscaya dia berputus asa.” (QS. Al-Isra : 83)
Masalah hidup yang rumit menuntut kita untuk senantiasa sabar dalam menghadapi cobaan hidup yang menerpa misalkan, menderita penyakit yang teramat parah, andaikata seperti Hidup segan mati tak mau.
Rasulullah SAW mengajarkan doa kepada orang-orang yang memilki nasib hidup demikian dengan sebuah do’a yang diriwayatkan Bukhari Muslim:
“Ya Allah hidupkanlah saya apabila hidup lebih baik bagi saya dan wafatkanlah saya bila mati lebih baik bagi saya.”
Doa ini diucapkan ketika seseorang sudah tidak memilki harapan untuk hidup lagi, misalkan karena sakit yang berkepanjangan, serta sudah tidak kuat menahan deritanya. Namun jangan hanya karena putus Cinta lalu tiba-tiba berdoa seperti demikian,yang seperti itu mati konyol namanya. Kita hanya perlu membuka mata untuk kesulitan semacam itu, hal ini melatih kesabaran kita menantikan jodoh yang tepat. Didunia ini jika cobaan itu dijalani dengan sabar maka akhirnya akan mendapat kebaikan. Allah SWT berfirman :
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. Ali-Imran : 142)
Betapa pentingnya masalah sabar ini sampai-sampai didalam Al-Quran diulangi hingga 70 kali. Allah SWT memuji dan meninggikan derajad orang-orang yang senantiasa sabar, bahkan sabar merupakan induk dari kebaikan diri manusia. Betapa sabar, tabah, teguh dalam menghadapi musibah atau cobaan balasannya tidak lain kecuali syurga. Dan dalam firman Allah SWT :
“Dan Allah SWT membalas kesabaran mereka dengan syurga dan sutra.” ( QS. Al-Insan : 12)
Kesabaran seseorang akanlah sempurnah jika disertai dengan keikhlasan. Jika kesabaran itu adalah menahan segala derita dengan tegar dan tabah maka Keikhlasan itu adalah menerima dengan segala kerelahan hati, membersihkan hati dari segala hal yang mengotorinya. Keikhlasan itu adalah pembersihnya hati.
Abu Sa’id al-Khudriy meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda :
“Semoga Allah mencerahkan orang yang mendengar kata-kataku lalu menjaganya. Betapa banya orang yang membawa pemahaman, tetapi ia sendiri tidak paham. Tiga hal yang seseorang mukmin tidak akan dengki terhadapnya: mengikhlaskan amal kepada Allah, memberikan loyalitas kepada para pemimpin kaum muslimin, dan selalu bergabung dengan jamaah mereka.” (HR. al-Bazzar dengan isnad hasan dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya)
Ketiga hal tersebut dapat memperbaiki hati setiap manusia, barang siapa menjadikan ketiganya sebagai bagian dari akhlaknya, pasti hatinya akan bersih dari khianat, kerusakan dan kejahatan. Seorang hamba hanya akan selamat dari godaan setan dengan keikhlasan. Allah berfirman, mengungkapkan pernyataan iblis :
“Kecuali hamba-hambaMu yang selalu ikhlas.” (QS. Shaad : 83)
Diriwayatkan seseorang yang shaleh berkata kepada dirinya sendiri.” Wahai diri, ikhlaslah, maka kamu akan selamat!”. Namun demikian seringkali kadar keihklasan seseorang masih dapat kita ukur dari tindakan atau perbuatannya terhadap sesamanya, namun sebenarnya keihklasan itu seharusnya tidak dapat diukur oleh siapapun kecuali Allah SWT sebagai tanda bahwa dirinya benar-benar ikhlas.
Apabila amal shaleh yang dilakukan dicampuri oleh harapan-harapan duniawi yang disenangi oleh diri dan hati manusia sedikit ataupun banyak, maka sesungguhnya kejernihan amal itu telah tercemar, keihklasan didalamnya masih dapat dipertanyakan, bahkan hilanglah keihklasan. Hampir tidak ada amalan atau ibadah yang dilakukan seseorang, bisa benar-benar bersih dari harapan-harapan yang sebenarnya tidah berharga, pepatah mengatakan : “Barang siapa yang sesaat dari umurnya telah dengan ihklas, hanya mengharapakan wajah Allah SWT , pastilah ia akan selamat.”
Ikhlas adalah membersihkan hati dengan segala kotoran yang dapat melukai hati dan menyebabkan penyakit hati dan benar-benar melakukan segala sesuatunya dengan menggantungkannya pada Allah SWT.
Hal ini hanya akan datang dari seseorang yang mencintai Allah dan menggantungkan seluruh harapannya diakhirat, yang tidak tersisa dihatinya untuk mencintai dunia. Bila ia melakukan sesuatu semua dilakukan dengan ikhlas dan dengan niat yang benar. Adapun yang tidak demikian, melakukan niat yang tidak baik dan hanya menuruti keinginan dunianya, maka pintu ikhlas tertutup darinya kecuali sedikit saja.
Bila seseorang yang dipenuhi oleh kecintaan kepada Allah SWT dan Akhirat pasti seluruh aktivitas hariannya merupakan cerminan dari cita-citanya, sehingga semuanya dilakaukan dengan ikhlas, sebaliknya seseorang yang telah dikalahkan oleh gemerlapnya dunia, derajad, pangkat, dan segala sesuatu selain Allah, seluruh aktivitasnya pun cerminan dari harapannya. Tidak ada shalat, puasa atau ibadah lain, yang dikerjakan dengan ikhlas.
Rasulullah SAW dalam riwayat Abul Qosim, beliau bersabda :
“Ikhlas itu adalah salah satu rahasia dari rahasiaku, saya meletakkannya dalam hati orang yang saya cintai.”
Resep Ikhlas dari buku Taskiyah an-Nafs yaitu memupus kesenangan-kesenangan hawa nafsu, ketamakan terhadap dunia dan mengusahakan agar hati selalu terokus kepada akhirat. Jika kita sudah bisa melakukan hal tersebut akan sangat memudahkan seseorang untuk menggapai keikhlasan. Banyak orang yang bersusah payah untuk beramal, beribadah menyangka bahwa ia melakukannya dengan ikhlas karena Allah padahal ia telah keliru. Hal ini karena ia tidak memeperhatikan perkara-perkara yang bisa merusak keikhlasan.
Kadangkala seseorang beramal disertai rasa malu, masih menuruti hawa nafsu dalam beramal, ego yang tinggi demi mendapat keunggulan dalam pandangan orang lain, inilah yang menyebabkan banyak orang yang berbuat kebajikan dengan sia-sia dan sedikit sekali orang yang menyadari tentang arti sebuah keikhlasan, kecuali orang0orang yang lalai darinya, mereka akan mendapati kebaikan-kebaikan mereka telah berubah jadi keburukan, pada hari kiamat.
Allah SWT berfirman :
“ Dan (pada hari kiamat) jelaslah bagi mereka dari Allah apa-apa yang belum pernah mereka perkirakan. Dan jelaslah bagi mereka keburukan dari apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Az-Zumar : 47-48)
“ Katakanlah, “ Maukah kalian kami kabarkan tentang orang-orang yang paling merugi amalan mereka ? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia usaha mereka didunia, sedangkan mereka menyangka telah mengerjakan dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi : 103)
Beberapa penjelasan tentang ihklas :
“Orang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan keburukan-keburukannya.” (Ya’qub)
“Ikhlas adalah tidak merasa telah berbuat ikhlas. Barang siapa masih menyaksikan keikhlasan dalam keikhlasannya, maka keikhlasannya masih membutuhkan keihklasan lagi.” (As-Suusiy)
“Bagi para aktivis, mengikhlaskan niat jauh lebih sulit dari pada melakukan seluruh aktivitas.” ( Ayyub )
“Ikhlas sesaat berarti keselamatan abadi. Tetapi ikhlas itu sulit sekali.” (Moeslim)
“Meninggalkan suatu amal karena orang lain adalah riya. Sedangkan beramal karena orang lain adalah syirik. Adapun ikhlas adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya.” (Fudlail)
Sabar yang disertai dengan keihklasan adalah sesuatu yang amat sulit diperoleh, namun jika kita benar-benar ingin menuju jalan Allah SWT dan mengikuti petunjuk Rasulullah maka dengan bersaha semua orang dapat melakukannya, namun demikian dibutuhkan pengorbanan akan ke Zuhud-an akan dunia dan keinginan yang merusak, maka kita akan dengan mudah memperoleh kesabaran yang didalamnya ada keihklasan.
Para Ulama mengatakan , “ Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan member ganti kepadanya dengan sesuatu yang lebih baik.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar